Minggu, 27 April 2014

PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Tinggi Jarak Jauh

oleh Liza Fitri *
Pendahuluan
Dalam konteks pendididikan tinggi jarak jauh. (PTJJ) seperti Universitas Terbuka (UT), bahan ajar menempati posisi strategis yang sangat vital. PTJJ bersifat komunikasi yang tidak bersemuka (noncontigous communication), yaitu komunikasi antara pebelajar dengan dosen berlangsung secara terpisah dari segi waktu dan tempat. Pembelajaran mahasiswa dijembatani dengan  bahan ajar, baik yang cetak maupun noncetak. Karena itu, dalam PTJJ bahan ajar merupakan satu-satunya medium yang memungkinkan mahasiswa belajar secara independen dan otonom. Mahasiswa berinteraksi, menggali dan mengkaji  ilmu  pengetahuan,   memecahkan  masalah, serta berefleksi melalui bahan ajar sebagai sumber, sumber ilham. dan sekaligus guru bagi mahasiswa.
Oleh karena bahan ajar mewakili sosok dosen dan keberadaannya didesain untuk membelajarkan mahasiswa, maka sajian dalam bahan ajar harus berorientasi kepada kepentingan belajar mahasiswa. Di dalamnya bukan hanya termuat materi ajar, tetapi juga berbagai modus kegiatan yang dapat merangsang. memacu, dan menantang mahasiswa untuk belajar dan menilai sendiri kemajuan belajar yang diperolehnya. Karena-nya, pengembangan bahan ajar cetak yang berkualilas bagi PTJJ harus didasarkan atas teori psikologi knususnya teori belajar orang dewasa, sosio-kuitural pebelajar. desain instruksional, serta riset tentang fitur-fitur tipografis bahan ajar cetak yang dapat membanti; pebeiajar independen untuk menggunakannya. Tegasnya, bahan ajar cetak dalam konteks PTJJ didesain bukan hanya memperhatikan segi kebenaran isi, tetapi juga ketepatan komunikasi, tata saji. dan pedagogik. Jika tidak. maka bahan ajar yang dihasilkan tak lebih dari sekedar buku teks belaka, yang lebih berorientasi pada isi dan bersifat impersonal karena memang sasaran penggunanya sangat umum.
Mengingat kompleksitasnya, pengembangan bahan ajar PTJJ pada umumnya dilakukan oleh suatu tim bahan ajar yang terdiri dari lima unsur dengan tugas yang berlainan, yaitu: (1) ahli rnateri, yang menulis dan menelaah substansi materi; (2) spesialis media, yang memproduksi media yang mendukung atau melengkapi bahan ajar cetak seperti audio, video, Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK); (3) ahli teknologi pendidikan, yang rnembantu penataan struktur isi, klasifikasi tujuan, seleksi media, aktivitas siswa, dan evaluasi; (4) editor, yang menyunting teks; serta (5) manajer pengembangan mata kuliah, yang menjaga agar proses pengembangan dan produksi bahan ajar berjalan seperti yang diharapkan (Hawkridge, dalam Lockwood. 1994). Banyak-nya elemen yang teiiibat menyebabkan kerja tim memerlukan waktu yang cukup panjang, sekitar tiga tahun dari awal penulisan hingga produksi cetak.
Cara lain untuk menangani pengembangan bahan ajar ialah melalui tim pengubah. Tim terdiri dari: (1) komponen pemrakarsa, yakni para ahli materi yang bertugas menghasillcan buram; (2) komponen penata yang dipandu oleh ahli teknologi pendidikan, yakni para ahli yang bertugas menata atau mengolah hasil kerja komponen pemrakarsa menjadi kemasan multimedia yang   dapat   membelajarkan    mahasiswa   secara efektif. Keberadaan tim ini dapat rnembantu memperkuat aktivitas pembelajaran dalam bahan ajar. Hasilnya pun lebih cepat.
Selain itu, pengembangan bahan ajar pun dapat dilakukan oleh tim pengemas. Tim bertugas merekreasi bahan ajar PTJJ dengan mengambil buku teks atau referensi yang sudah tersedia, dan menulis panduan belajar tentangnya, dengan tambahan media noncetak yang diperlukan.
Pentingnya  pengembangan  bahan ajar PTJJ oleh tim disebabkan oleh   banyaknya keahlian yang diperlukan untuk menghasilkan bahan ajar yang baik. Di samping itu penyiapan hingga produksi suatu bahan ajar PTJJ memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit. Karena itulah penyiapan dan penanganan bahan ajar harus dilakukan sebaik dan sematang mungkin.
Untuk itulah, tanpa berpretensi memberikan resep terbaik dalam pengembangan bahan ajar PTJJ. tulisan ini bermaksud mengupas ancangan teoritis dan strategi pengembangan bahan ajar, khususnya bahan ajar cetak.

A. Ancangan Teoretis Pengembangan Bahan Ajar
Menurut sejumlah riset yang telah dilakukan, kualitas bahan ajar ini dapat mempengaruhi re ten si dan keberhasilan studi mahasiswa PTJJ (Simpson, 2000). Riset yang dilakukan Kember dan Grow   (dalam Carr, Ed., 1999) menunjukkan betapa sajian bahan ajar yang melulu bergaya ceramah atau penyampaian inforrnasi, dan bukan pembelajaran yang interaktif, kian memperparah ketidakmandirian pebelajar sehingga kian mengentalkan gaya belajar menghafal yang kerap dikaitkan dengan miskin dan rendahnya capaian belajar.
            Mengingat misi strategis yang diembannya, bahan ajar PTJJ seyogyanya memiliki sekurang-kurangnya dua karakteristik, yaitu Iengkap  dan  membelajarkan diri pebeiajar. Karakteristik lengkap mengharuskan suatu bahan ajar PTJJ menyediakan segenap  materi ajar yang perlu dikuasai mahasiswa dan memungkinkannya   untuk mencapai   tujuan atau kompetensi suatu mata pelajaran.
Sementara itu, karakteristik "membelajarkan diri mahasiswa" menuntut bahan ajar PTJJ agar dapat merangsang dan mendukung terbentuknya pengalaman belajar mahasiswa yang berkualitas secara mandiri serta refleksi atas proses belajar yang dilakukannya. Bahan ajar harus dapat menghldupkan imajinasi dan aktivitas mental, memicu motivasi belajar, dan mendorong mahasiswa untuk melakukan pelbagai modus aktivitas belajar mahasiswa yang bermakna.
Gejala belajar terbimbing dan belajar dengan menghapal merupakan gejala universal yang cukup banyak dijumpai pada mahasiswa PTJJ (Carr, Ed. 1999; Kadarko, 2002). Jadi, bila asumsi itu tidak sepenuhnya benar. maka institusi PTJJ berkewajiban untuk mendidik dan membantu mereka menjadi pembelajar mandiri. Di antaranya, melalui bahan ajar yang membelajarkan manasiswa,serta pelatihan atau pun ragam bantuan belajar lain yang sesuai, seperti tutorial dan konseling (Simpson, 2000).
Menurut Lockwood (1998). bahan ajar PTJJ yang berkarakter membelajarkan diri pebelajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut
         Belajar individual, yakni mahasiswa dapat belajar sendiri tanpa harus menunggu jumlah tertentu untuk membentuk kelompok belajar.
        Belajar dapat terjadi kapan dan di mana saja tanpa terikat oleh waktu atau tempat tertentu. Pebelajar dapat memutuskan sendiri waktu dan tempat belajar yang diinginkan sesuai dengan keadaannya.
       Materi ajar terstandar, maksudnya semua mahasiswa menerima dan menggunakan bahan dan materi ajar yang sama.
   Pengajaran yang terstruktur, artinya sajian bahan ajar ditata sedemikian rupa yang mencerminkan strategi pembelajaran yang diperkirakan paling efektif dan efisien.
         Belajar aktif, yakni setiap individu belajar melalui pengalaman belajar yang bermakna dengan bertolak dari ide-ide atau topik-topik yang disajikan, daripada sekedar menelan apa yang diceritakan tentang ide-ide itu.
   Memiliki balikan yang memungkinkan mahasiswa secara terus-menerus memperoleh masukan untuk membantu-nya memonitor dan memperbaiki kemajuan belajarnya.
   Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas sehingga mahasiswa dapat memahami kompetensi yang mesti dicapainya.
   Penggunaan bahasa bersifat interaktif dan rasional untuk menciptakan situasi komunikasi yang akrab. dekat, dan dialogis.
ciri-ciri itulah yang membedakan bahan ajar PTJJ dengan buku teks. Perbedaan keduanya dapat diberikan dalam table berikut.
BUKU TEKS
BAHAN AJAR YANG MEMBELAJARKAN MAHASISWA (PTJJ)
·  Berasumsi pembaca berminat
·  Dirancang untuk umum
·  Jarang menetapkan tujuan belajar
·  Ditata untuk para ahli/yang berpengalaman
·  Sedikit atau tidak pada penilaian diri
·  Jarang mengantisipasi kesulitan pengguna
·  Biasanya menyajikan ringkasan
·  Menggunakan gaya impersonal
·  Padat isi/materi
·  Pada tata letak
·  Pandangan pembaca jarang diminta
·  Tidak ada saran tentang keterampilan belajar
·  Bertujuan untuk persentasi yang ilmiah
·  Dapat dibaca secara pasif
·  Membangkitkan minat
·  Dirancang untuk pengguna khusus
·  Selalu menetapkan tujuan belajar
·  Ditata menurut kebutuhan pebelajar
·  Menekankan pada penilaian diri
·  Menjaga potensi kesulitan pengguna
·  Selalu menyajikan ringkasan
·  Menggunakan gaya personal
·  Tidak hanya berisi/berorientasi pada materi
·  Tata letak lebih terbuka
·  Evaluasi pembelajar selalu disediakan
·  Menyajikan saran belajar
·  Bertujuan untuk keberhasilan mengajar
·  Memerlukan respon yang aktif

Pendeknya, berdasarkan pengalaman praktis dan referensi yang relevan, bahan ajar cetak PTJJ seyogyanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Lihat pula Dekkers dan Kemp dalam Lockwood. 1995).
              Ditulis untuk memuaskan pebelajar.
              Berfokus pada pengalaman pebelajar.
              Mengernbangkan strategi dan keterampi.an be.lajar yang mandiri
              Menekankan pada tujuan pembelajaran
              Ditata sesuai dengan Kebutuhan pebelajar
              Bertolak dari target pebelajar yang jelas
              Berisi fitur. tanda, atau simbol yang dapat- memotivasi pebelajar.
              Berangkat dari keterampilan belajar yang diperoleh pebelajar.
              Memberikan pembelajaran yang dipersyaratkan.
              Mendorong pebelajar untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
              Mengajukan berulang kali pertanyaan kepada pebelajar.
              Memberikan balikan.
              Menguji dan menggali konsep yang dimiliki pebelajar.
              Memberikan cukup latihan yang dapat. memajukan belajar
              Menuntut kegiatan baca dan aktivitas.
·                  Memungkinkan pebelajar untuk mengecek dan merefleksi
Proses dan kemajuan belajarnya.
·                  Mengemas sajian yang membantu untuk dapat belajar
secara efisien.
·                  Menata informasi yang diperlukan pebelajar untuk setiap bagian.
Selanjutnya, untuk  mewujudkan cirri lengkap dan membelajarkan dalam bahan ajar PTJJ, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Ketiga hal itu berkaitan dengan keadaan pebelajar ( mahasiswa sebagai pengguna bahan ajar), modus pembelajaran yang mengaktifkan, serta pengemasan bahan ajar.
B. Pengguna Bahan Ajar.
Bahan ajar ditulis untuk kepentingan mahasiswa. Bukan untuk kepentingan penulis atau institusinya semata. Oleh karena itu, kriteria awal bahan ajar PTJJ yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik. Untuk menghasilkan bahan ajar seperti itu, penulis hendaknya bertolak dari pertanyaan: (1) Siapa mahasiswa saya? dan (2) Bagaimana kemampuan awal mereka? Akan sangat baik apabila jawaban terhadap kedua pertanyaan itu didasarkan atas data yang benar.
Tak kalah pentingnya untuk dipahami oleh penulis adalah kultur dan kemampuan belajar umumnya mahasiswa. Para ahli PTJJ (Garland, 1993; Simpson, 2000) serta riset yang dilakukan oleh Kadarko (2002) menyimpulkan bahwa secara kultural mahasiswa   UT   belum   terlalu   siap   mengantisipasi dan menyesatkan diri terhadap perubahan dan (1) ketergantungan terhadap dosen atau guru menjadi belajar mandiri. (2) belajar tatap muka ke belajar jarak jauh. (3) belajar dari sumber lisan ke sumber belajar berbasis teks tertulis, (4) lingkungan belajar kampus ke lingkungan rumah.
Yang juga harus diperhatikan penulis dalam mengembangkan bahan ajar adalah peruntukan jenjang program. Untuk mahasiswa jenjang program apa, bahan ajar itu ditulis? Ini terkait dengan keluasan dan kedalaman ruang materi sajian. Ruang kurikuler bahan ajar untuk mahasiswa diploma pasti tidak persis sama dengan jenjang sarjana, yang juga pasti berbeda dengan Program rnagister. Ini harus dipahami betul oleh penulis, sebab latar belakang pendidikan, pengalaman keilmuan, dan lingkungan gerak penulis akan mempengaruhi ruang lingkup sajian bahan ajar. Begitu pula penggunaan bahasa yang hebat ternyata tidak membantu mahasiswa untuk mencerna materi ajar itu secara cepat dan mudah.
Sementara itu, faktor-faktor lain yang mempengaruhi mahasiswa seperti akses terhadap sarana pendukung belajar seperti telepon, tape, mesin video, dan komputer perlu pula diperhatikan. Pertimbangan ini diajukan agar pengembang bahan ajar tidak menggunakan media non-cetak yang sukar digunakan oleh mahasiswa karena akses peralatan sulit, misalnya.
Jadi pemahaman dan kesadaran yang baik tentang latar belakang mahasiswa, berikut kultur dan pengalaman belajarnya yang sangat heterogen, serta jenjang program peruntukan bahan ajar, akan membantu kearifan penulis bahan ajar dalam menggunakan ragam bahasa, memulai dan menyajikan materi ajar, menata aktivitas instruksional mahasiswa, serta mengemas bahan ajar. Bahan ajar PTJJ, sebagaimana dituntut dalam prinsip belajar, harus sesuai dengan tingkat kemampuan pebelajar, yaitu "mulai dari tempat pebelajar berada". Sebab jika tidak, muatan bahan ajar tidak akan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan awal peserta didik. Bahan ajar tidak akan dapat dicerna dengan baik, sehingga kompetensi mata kuliah pun tidak tercapai.
Persoalannya, bagaimana menentukan titik berangkat sajian bahan ajar bagi mahasiswa yang memiliki latar belakang yang beragam? Penulis harus mengambil titik moderasi atau titiktengah agar tidak memfrustasikan mahasiswa yang berkemampuan awal tidak tinggi, dan menghilangkan minat belajar mahasiswa yang berkemampuan awal tidak rendah. Untuk menentukan garis tengah tersebut, sangat diperlukan penilaian profesional penulis.
C. Modus Pembelajaran yang Mengaktifkan
Bahan ajar PTJJ tidak boleh hanya berisi mated ajar seperti halnya buku teks, tetapi juga secara integratif memuat berbagai aktivitas dan pengalaman belajar yang bermakna. Untuk itu, apa pun pendekatan instruksional yang dipakai, bahan ajar harus dapat memicu dan memacu mahasiswa secara aktif untuk belajar.
Oleh karenanya, bahan ajar harus mampu mendorong mahasiswa untuk merefleksikan tujuan, proses, dan kemajuan belajarnya. Refleksi dibangun melalui pertanyaan retoris danretrospektif, serta latihan,   pemberian tugas, dan penilaian diri yang disertai dengan rambu-rambu yang sesuai.
Lockwood (1994) menyajikan tiga model yang dapat digunakan untuk mengaktifkan mahasiswa dalam belajar dengan modul atau bahan ajar cetak.
1. Tutorial Cetak
Tutorial adalah bantuan belajar yang diberikan seorang tutor untuk membantu dan memotivasi mahasiswa memecahkan persoalan belajar, mengatasi kesulitan penguasaan konsep atau keterampilan, serta memantapkan pemahaman mahasiswa, yang berujung pada pemicuan dan pemacuan belajar. Dalam tutorial, tutor lebih berperan sebagai pendukung, fasilitator, dan motivator, daripada sebagai guru apalagi sebagai juru cerita atau tukang ceramah atau penerus informasi belaka.
Implikasi dari konsep tutorial-cetak tersebut adalah ketika menulis bahan ajar, penulis hendaknya membayangkan dirinya sebagai tutor yang sedang berinteraksi dengan pebelajar.
Pendeknya. bahan ajar seharusnya menggambarkan apa yang dilakukan penulis, selaku tutor dan mahasiswa. Penulis membangun keterampilan belajar yang memungkinkanpebelajar mendapatkan gambaran tentang materi ajar secara utuh. serta belajar mengintegrasikan apa yang telah dipelajari sebelumnya dengan apa yang telah diajarkan, sebelum balikan diberikan.
Berbagai hal yang dapat digunakan untuk menciptakan tutorial cetak di antaranya adalah sebagai berikut
      Konteks, yang menjelaskan topik, masalah, gagasan, atau apa put yang dapat memicu aktivitas belajar mahasiswa.
      Tipografi, tanda-tanda tertentu yang mengingatkan siswa untuk berhenti atau melakukan aktivitas tertentu.
      Judul, untuk mengidentifikasi aktivitas tertentu dan membedakannya dari yang lain.
                  Rasional, untuk menjelaskan betapa suatu aktivitas itu penting dilakukan.
                    Waktu, untuk menunjukkan ruang lingkup dan kedalaman sebuah respons yang harus diberikan  mahasiswa (tentu saja tergantung pada minat, kemampuan, dan pengalaman pebelajar).
          Instruksi, untuk memberikan petunjuk kepada pebelajar. tentang cara memberikan respons yang diharapkan.
·                       Ruang. untuk mencatat respons mahasiswa.
·                      Balikan, yang disampaikan untuk menanggapi respons yang kira-kira diberikan oleh mahasiswa dan sebagai batu loncatan untuk menuju pada bagian materi ajar berikutnya.
Tutorial cetak demikian akan berdampak pada gaya penulisan. yang selanjutnya dapat menciptakan hubungan virtual di antara mahasiswa dengan tutor (dosen) yang sangat diperlukan dalam suatu proses pembelajaran.
Dalam penerapan tutorial cetak, penulis dapat mengawali tulisannya dengan sajian kasus, contoh, pemecahan masalah, rancangan lanjutan, ajakan refleksi, pertanyaan pemandu, atau apa pun yang dapat membuat pebelajar tertarik, tertantang, dan penasaran. Awal sajian sebaiknya tidak langsung pada materi ajar. Sementara itu, paparan selanjutnya dapat diselang-seling antara bahasan konseptual dengan contoh, tugas, pertanyaan, dan penilaian. Pendekatan induktif-deduktif dan deduktif-induktif dapat pula digunakan secara kombinasi.
Rowntree (dalam Lockwood, 1994) mengidentifikasi model ragam sajian materi ajar sebagai berikut.
a.               Topik demi topik,    yang dapat dipelajari mahasiswa secara berurut.
b.              Urutan waktu, untuk memudahkan sajian yang memilik struktur materi yang luas seperti sejarah atau tahapan dalam proses ilmiah.
c.               Ruang demi ruang atau lingkaran mempunyai pusat yang sama, yang didasarkan pada ruang atau hubungan geografis materi ajar seperti anatomi, kimia struktur, atau fungsi-fungsi dalam suatu organisasi.
d.              Struktur logis atau hierarkis, yaitu suatu tahapan tertentu harus dikuasai lebih dulu sebelum memasuki memasuki tahapan berikutnya.
e.               Berpusat pada masalah, yang bertolak dari suatu kasus atau serangkaian persoalan yang berhubungan dengan minat atau pengalaman mahasiswa.
f.                 Urutan spiral, yang mengupas konsep-konsep dan hubungan di antara berbagai konsep yang diperkenalkan pada sajian awal, kemudian dikembangkan bersama-sama sehingga pemahaman mahasiswa tentang konsep-konsep itu semakin berkembang ke arah yang lebih rumit.
g.              Runut ke belakang, yang mengajak pebelajar untuk mengenal suatu proses secara keseluruhan dan mengajarkan hal yang paling akhir terlebih dahulu Misalnya, mahasiswa diajak untuk menafsirkan suatu hasil tes kimia sebelum dia memperoleh keterampilan yang secara formal disajikan oleh penulis
Dalam penyajian materi ajar, berbagai model itu dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan.
2. Panduan Kegiatan Refleksi
Informasi yang cukup pertu diberikan kepada mahasiswa agar dapat belajar melalui bahan ajar dengan baik. Juga balikan yang dapat digunakan mahasiswa untuk menilai sendiri tugas atau pertanyaan yang diresponsnya. Konsep ini didasarkan atas beberapa asumsi berikut.
a.              Berbagai aktivitas hanya menawarkan saran dan panduan bagi kegiatan pebelajaran aktivitas dalam konteks nyata dan bervariasi, yaitu sejumlah keterampilan atau kemampuan dikembangkan, ciperluas, atau diperbaiki.
b.              Pebelajar harus dilibatkan secara aktif dalam berpikir kritis dan reflektif yang dikaitkan dengan pengalaman belajarnya.
c.                Pelbagai aktivitas kerap menuntut, menyita waktu, dan terkait dengan situasi unik yang ditemukan oleh pebelajar.

Penulis hendaknya mampu memancing dan menantang mahasiswa untuk menghubungkan dan mengungkapkan pengetahuan, pengalaman, serta pendapatnya ketika berhadapan dengan topik sajian yang baru. Peluang untuk berbeda pendapat antara penulis dan mahasiswa pun sebaiknya selalu dibuka. Karena itu, selain materi ajar, penulis pun hendaknya menyajikan pula strategi belajar termasuk cara-cara pemecahan suatu kasus atau masalah, memberikan rambu - rambu pengerjaan tugas, dan rambu atau kunci jawaban atas soal atau permasalahan yang diajukan, sehingga mahasiswa dapat menilai sendiri ketepatan jawaban yang diberikannya dan kemajuan belajar yang diraihnya.
3. Dialog Tertulis
Bahan ajar PTJJ bukan hanya berisi materi ajar, tetapi juga kegiatan dan pengalaman belajar yang memberdayakan dan mengaktifkan siswa. Karakter bahan ajar seperti ini tentu berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan oleh penulis. Untuk ini,   penulis perlu menggunakan dialog tertulis dalam mengembangkan    bahan   ajar    PTJJ.    Dialog tertulis melontarkan ide-ide yang memungkinkan mahasiswa terlibat secara aktif dalam bertukar makna, serta membangun dan memantapkan makna. Penulis dan pebelajar berbagi ide, gagasan,   dan pengalaman dalam hubungan sosial yang relatif sejajar. Begitu pula dialog tertulis dapat menciptakan suasana yang akrab, yang dapat mengurangi rasa isolasi mahasiswa PTJJ.
Untuk menumbuhkan suasana dialogis, dapat digunakan beberapa gaya tulis berikut.

a.. Pribadi. artinya menggunakan kata-kata ganti diri yang dapat membangkitkan imajinasi seolah-olah ketika mempelajari bahan ajar, pebelajar berhadapan dan berinteraksi langsung dengan penulis. Karenanya, penggunaan kata sapaan seperti Anda atau Saudara, serta   kata ganti jamak yang menunjukkan pengakuan hubungan kesedarajatan antara penulis dengan pebelajar seperti kata kita, tidak terhindarkan dalam gaya tulis bahan ajar PTJJ.
b. Informal-baku, artinya modus berbahasa yang digunakan hendaknya dapat menimbulkan  suasana kedekatan, kehangatan,   dan   kebersahabatan   antara penulis-pebelajar di  satu  sisi,  tetapi   tetap mencerminkan kecendekiaan atau keterpelajaran melalui penggunaan ragam baku,   di sisi lain. Ragam formal dan informal terkait dengan suasana yang diciptakan; sedangkan ragam baku dan tak baku rrerujuk pada ketaatasasan penggunaan kaidah bahasa.
c. Imbal wacana,   yakni penggunaan tuturan sapa-jawab yang bersifat multi arah.  Penulis menyapa pebelajar dengan berbagai bentuk ungkapan: pertanyaan langsung dan retoris atau retrospektif, ajakan, perintah untuk melakukan sesuatu, pujian, dan sebagainya. Tentu saja respon mahasiswa atas sapaan itu lebih bersifat imajinatif, yang muncul dalam 'realita khayali’ interaksi penulis-pebelajar.
Sebagai sebuah bahan ajar yang bersifat membelajarkan, sebaiknya gaya tulis dialogis yang mencerminkan suasana interaksi pembelajaran yang aktif - reflektif lebih mewamai.
D. Pengemasan Bahan Ajar
Ada empat cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan bahan ajar PTJJ. Cara pertama, dengan mengkompilasi berbagai bahan yang telah tersedia (buku teks, artikel, jurnal, dsb.) menjadi satu bahan ajar. Cara ini biasanya diikuti dengan panduan belajar. Cara kedua, dengan menggunakan satu atau beberapa buku teks yang telah tersedia di pasaran. Selanjutnya, dikembangkan panduan belajarnya bagi mahasiswa. Cara ketiga, dengan menggunakan buku teks dan atau referensi lain yang telah tersedia di pasaran, tetapi isi buku itu diolah ulang (diadaptasi/dimodifikasi) sesuai dengan ketentuan bahan ajar PTJJ.
Pengemasan bahan ajar tersebut dapat dilakukan dengan upaya berikut
a.                Pelabelan, yaitu isi digunakan sepenuhnya, tetapi sajian bahan dilakukan dengan menggunakan warna-warna dan logo institusi untuk mencerminkan citra organisasi.
b.                Panduan belajar, yang berisi berbagai petunjuk bagi pebelajar tentang cara terbaik belajar dan menggunakan bahan ajar. Di dalam panduan belajar dijelaskan: tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan bahan, tinjauan mata kuliah, penjelasan tambahan, penambahan materi baru, contoh lain, ilustrasi, aktivitas instruksional, balikan, ringkasan, glosarium, dan penilaian.
c.                  Contoh lokal, ditambah dan dilengkapi dengan contoh atau kasus yang dekat dan dikenal mahasiswa untuk memudahkan dan mendekatkan minatdan pemahaman pebelajar.
d.                Isi baru, bila buku teks atau referensi yang ada belum mencakup semua hal yang diperlukan atau ada bagian yang tidak relevan.
e.                 Media baru, yang ditambahkan apabila bahan ajar itu akan sangat baik dan menunjang pebelajar jika dilengkapi dengan media non-cetak seperti audio, video, pembelajaran berbasis komputer, dan grafis.

Pelabelan hanya digunakan untuk cara kedua. Sedangkan pemberian panduan belajar, penambahan contoh lokal, isi baru, dan media baru, dapat digunakan untuk semua cara. Hal yang harus diperhatikan bila bahan ajar menggunakan buku teks atau referensi Iain yang telah tersedia di pasaran adalah masalah hak cipta.
Selain ketiga cara tersebut, cara terakhir (keempat) merupakan cara yang ditempuh oleh UT adalah mengembangkan sendiri bahan ajar untuk mahasiswa PTJJ.
E. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Ada tiga tahap yang dilalui dalam pengembangan dan PrcduKsi bahan ajar cetak. Ketiganya adalah penyusunan, penataan, dan realisasi (Ross dalam Lockwood, 1995).
1. Penyusunan
Seperti dikemukakan pada awal tulisan ini, pengembangan bahan ajar cetak PTJJ melibatkan berbagai keahlian yang sulit dibayangkan dimiliki oleh hanya satu orang Oleh karena itu, pengembangan bahan dilakukan oleh tim. Tim bekerja melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut.
a.                 Merancang bahan ajar, yang dari segi substansi dituangkan dalam bentuk Profil Rancangan Mata Kuliah (PRMK). Di dalam PRMK termuat analisis instruksional suatu mata kuliah, rancangan materi mata kuliah, serta Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP), yang di antaranya berisikan kompetensi mata kuliah, tujuan pembelajaran, modus dan materi pembelajaran.
b.                 Mengembangkan bahan ajar mata kuliah berdasarkan profill rancangan mata kuliah yang telah disusun. Pada fase ini dilakukan penulisan dan penelaahan bahan ajar. Penelaahan dilakukan dari segi materi, bahasa. desain instruksional, dan format standar bahan ajar.

Berdasarkan pengalaman, kendala atau tantangan yarig muncul dalam pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:
a. Karena kesibukan para dosen, bahan ajar kerap tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang telah disepakati.
b. Banyak dosen yang sangat menguasai materi, tetapi tidak terbiasa menulis sehingga tulisan yang dihasilkannya pun tidak runtut dan bernuansakan bahan ajar PTJJ. Akibatnya, tulisan itu harus ditulis dan diolah ulang.
c. Dalam pembelajaran tatap muka kegiatan pembelajaran kerap diwarrai oleh lanturan (keterlambatan mulai belajar, canda, tutur sapa, atau kegiatan selingan lainnya) yang mengakibatkan ketidakpadatan atau renggangnya materi dan aktivitas pembelajaran yang disajikan. Akibatnya, ketika dituangkan ke dalam bahan ajar cetak. penulis kehabisan ide, “apa lagi yang akan disampaikan?". Sehingga tidak tahu lagi  apa yang akan ditulis.
d. Tidak semua penulis memiliki kesiapan untuk menerima masukan penelaah tentang kekurangan atau kelemahan materi yang ditulisnya. Untuk mengatasi keadaan seperti ini, terpaksa harus meminta bantuan penulis lain untuk memperbaikinya.
Berbagai masalah di atas tentu saja menuntut institusi PTJJ untuk rnempersiapkan bukan hanya dana dan waktu yang lebih, tetapi juga pengelolaan yang handal dalam pengembangan bahan ajar, termasuk sumber daya manusianya
2.                Penataan
Penataan adalah serangkaian proses yang dilakukan mulai dari penanganan buram kasar bahan ajar hingga menjadi master cetak. Pekerjaan ini meliputi pengetikan, desain tipografi, ilustrasi, penyuntingan teks, penghalamanan, tata letak, koreksi cetak percobaan, hingga sampul dan kemasan buku.
Permasalahan yang kerap muncul pada fase ini biasanya berupa kesalahan mekanis baik yang ditimbulkan oleh mesin maupun manusia. Ini terjadi karena belum bakunya peralatan dan keterampilan sumber daya manusia yang menangani.


3.                Realisasi
Fase ini meliputi seluruh proses manufaktur hingga bahan ajar cetak siap digunakan oleh mahasiswa. Kegiatan yang terjadi pada fase ini adalah penentuan tiras cetak, pemilihan perusahan pencetak, pengemasan hasil cetak, hingga pendistribusian ke tempat penjualan bahan ajar atau ke alamat mahasiswa.

F. Simpulan
Bahan ajar cetak PTJJ memiliki karakteristik yang berbeda dengan buku teks. Sebagai media utama pembelajaran, bahan ajar PTJJ tidak hanya memperhatikan kecukupan dan kepatutan materi ajar, tetapi juga penggunaan ragam bahasa yang komunikatif dan interaktif, modus pembelajaran yang bermakna dan mengaktifkan, perangkat penilaian yang dapat mendorong mahasiswa untuk refleksi dan menilai sendiri pencapaiannya, serta piranti fitur yang dapat mempermudah mahasiswa dalam mempelajari bahan ajar. Dengan kata lain, bahan ajar PTJJ bercirikan sebagai bahan ajar yang lengkap dan membelajarkan.
Mengingat karakteristiknya yang khas, pengembangan bahan ajar PTJJ  seperti UT umumnya ditangani oleh suatu tim yang berasal dari dalam dan luar institusi. Tim terdiri dari manajer mata kuliah, ahli materi, ahli pembelajaran, ahli media, ahli bahasa, dan pemroses (penyunting, pemeriksa, penata letak, dsb.) yang membantu penanganan bahan ajar ini hingga siap cetak  atau produksi. Pengembangan oleh tim dikarenakan banyakny4 keahlian yang diperlukan dan rumitnya pekerjaan, yang tidak mungkin dapat dimiliki atau ditangani oleh satu orang saja. Di samping itu, karena perbaikan dan pencetakan ulang bahan   memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, maka penanganan  oleh tim diharapkan menjadikan bahan ajar itu terhindar dari berbagai kesalahan atau kekurangan.
Hal  yang menjadi tantangan dalam pengembangan bahan ajar PTJJ yang berkualitas adalah sebagai berikut.
1.              Keberadaan acuan standar, baik yang terkait dengan model atau tata pengembangan bahan ajar mulai dari perencanaan hingga pemrosesan akhir.
2.              Ketersediaan    sumber   daya    manusia   yang memiliki kernarrpuan standar dalam pengembangan bahan ajar, baik sebagai   penulis, penelaah, penyunting. maupun pemroses.
3.              Keterbatasan waktu dan dana kerap menjadi penentu akhir dari sebuah pengembangan bahan ajar.



 Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Padang










Tidak ada komentar:

Posting Komentar