oleh Liza Fitri *
Pendahuluan
Dalam konteks
pendididikan tinggi jarak jauh. (PTJJ) seperti Universitas Terbuka (UT), bahan
ajar menempati posisi strategis yang sangat vital. PTJJ bersifat komunikasi
yang tidak bersemuka (noncontigous communication), yaitu komunikasi
antara pebelajar dengan dosen berlangsung secara terpisah dari segi waktu dan
tempat. Pembelajaran mahasiswa dijembatani dengan bahan ajar, baik yang cetak maupun noncetak.
Karena itu, dalam PTJJ bahan ajar merupakan satu-satunya medium yang
memungkinkan mahasiswa belajar secara independen dan otonom. Mahasiswa
berinteraksi, menggali dan mengkaji
ilmu pengetahuan, memecahkan
masalah, serta berefleksi melalui bahan ajar sebagai sumber, sumber
ilham. dan sekaligus guru bagi mahasiswa.
Oleh karena
bahan ajar mewakili sosok dosen dan keberadaannya didesain untuk membelajarkan
mahasiswa, maka sajian dalam bahan ajar harus berorientasi kepada kepentingan
belajar mahasiswa. Di dalamnya bukan hanya termuat materi ajar, tetapi juga
berbagai modus kegiatan yang dapat merangsang. memacu, dan menantang mahasiswa
untuk belajar dan menilai sendiri kemajuan belajar yang diperolehnya.
Karena-nya, pengembangan bahan ajar cetak yang berkualilas bagi PTJJ harus didasarkan
atas teori psikologi knususnya teori
belajar
orang dewasa, sosio-kuitural
pebelajar. desain instruksional, serta riset tentang fitur-fitur
tipografis bahan ajar
cetak yang dapat membanti; pebeiajar independen untuk menggunakannya. Tegasnya,
bahan ajar cetak dalam konteks PTJJ didesain bukan hanya memperhatikan segi
kebenaran isi, tetapi juga ketepatan komunikasi, tata saji. dan pedagogik. Jika
tidak. maka bahan ajar yang dihasilkan tak lebih dari sekedar buku teks belaka,
yang lebih berorientasi pada isi dan bersifat impersonal karena memang sasaran
penggunanya sangat umum.
Mengingat
kompleksitasnya, pengembangan bahan ajar PTJJ pada umumnya dilakukan oleh suatu
tim bahan ajar yang terdiri dari lima unsur dengan tugas yang berlainan, yaitu:
(1) ahli rnateri, yang menulis dan menelaah substansi materi; (2) spesialis
media, yang memproduksi media yang mendukung atau melengkapi bahan ajar cetak
seperti audio, video, Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK); (3) ahli
teknologi pendidikan, yang rnembantu penataan struktur isi, klasifikasi tujuan,
seleksi media, aktivitas siswa, dan evaluasi; (4) editor, yang menyunting teks;
serta (5) manajer pengembangan mata kuliah, yang menjaga agar proses
pengembangan dan produksi bahan ajar berjalan seperti yang diharapkan
(Hawkridge, dalam Lockwood. 1994). Banyak-nya elemen yang teiiibat menyebabkan
kerja tim memerlukan waktu yang cukup panjang, sekitar tiga tahun dari awal
penulisan hingga produksi cetak.
Cara
lain untuk menangani pengembangan bahan ajar ialah melalui tim pengubah. Tim
terdiri dari: (1) komponen pemrakarsa, yakni para ahli materi yang bertugas
menghasillcan buram; (2) komponen penata yang dipandu oleh ahli teknologi
pendidikan, yakni para ahli yang bertugas menata atau mengolah hasil kerja
komponen pemrakarsa menjadi kemasan multimedia yang dapat
membelajarkan mahasiswa secara efektif. Keberadaan tim ini dapat
rnembantu memperkuat aktivitas pembelajaran dalam bahan ajar. Hasilnya pun
lebih cepat.
Selain itu, pengembangan bahan ajar pun
dapat dilakukan oleh tim pengemas. Tim bertugas merekreasi bahan ajar PTJJ
dengan mengambil buku teks atau referensi yang sudah tersedia, dan menulis
panduan belajar tentangnya, dengan tambahan media noncetak yang diperlukan.
Pentingnya pengembangan
bahan ajar PTJJ oleh tim disebabkan oleh banyaknya keahlian yang diperlukan untuk
menghasilkan bahan ajar yang baik. Di samping itu penyiapan hingga produksi
suatu bahan ajar PTJJ memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit. Karena
itulah penyiapan dan penanganan bahan ajar harus dilakukan sebaik dan sematang
mungkin.
Untuk
itulah, tanpa berpretensi memberikan resep terbaik dalam pengembangan bahan
ajar PTJJ. tulisan ini bermaksud
mengupas
ancangan
teoritis
dan strategi pengembangan bahan ajar, khususnya bahan ajar cetak.
A.
Ancangan Teoretis Pengembangan Bahan Ajar
Menurut
sejumlah riset yang telah dilakukan, kualitas bahan ajar ini dapat mempengaruhi
re ten si dan keberhasilan studi mahasiswa PTJJ (Simpson, 2000). Riset yang
dilakukan Kember dan Grow (dalam Carr,
Ed., 1999) menunjukkan betapa sajian bahan ajar yang melulu bergaya ceramah atau
penyampaian inforrnasi, dan bukan pembelajaran yang interaktif, kian
memperparah ketidakmandirian pebelajar sehingga kian mengentalkan gaya belajar
menghafal yang kerap dikaitkan dengan miskin dan rendahnya capaian belajar.
Mengingat
misi strategis yang diembannya, bahan ajar PTJJ seyogyanya memiliki
sekurang-kurangnya dua karakteristik, yaitu Iengkap dan
membelajarkan
diri pebeiajar.
Karakteristik lengkap
mengharuskan
suatu bahan ajar PTJJ menyediakan segenap
materi ajar yang perlu dikuasai mahasiswa dan memungkinkannya untuk mencapai tujuan atau kompetensi suatu mata pelajaran.
Sementara
itu, karakteristik "membelajarkan diri mahasiswa" menuntut bahan ajar
PTJJ agar dapat merangsang dan mendukung terbentuknya pengalaman belajar
mahasiswa yang berkualitas secara mandiri serta refleksi atas proses belajar
yang dilakukannya. Bahan ajar harus dapat menghldupkan imajinasi dan aktivitas
mental, memicu motivasi belajar, dan mendorong mahasiswa untuk melakukan
pelbagai modus aktivitas belajar mahasiswa yang bermakna.
Gejala
belajar terbimbing dan belajar dengan menghapal merupakan gejala universal yang
cukup banyak dijumpai pada mahasiswa PTJJ (Carr, Ed. 1999; Kadarko, 2002).
Jadi, bila asumsi itu tidak
sepenuhnya
benar. maka institusi PTJJ berkewajiban untuk mendidik dan membantu mereka
menjadi pembelajar mandiri. Di antaranya, melalui bahan ajar yang membelajarkan manasiswa,serta pelatihan atau pun ragam
bantuan belajar lain yang sesuai, seperti tutorial dan konseling (Simpson,
2000).
Menurut
Lockwood (1998). bahan ajar PTJJ yang berkarakter membelajarkan
diri pebelajar memiliki
ciri-ciri sebagai berikut
•
Belajar individual, yakni mahasiswa
dapat belajar sendiri tanpa harus menunggu jumlah tertentu untuk membentuk
kelompok belajar.
•
Belajar dapat terjadi kapan dan di mana
saja tanpa terikat oleh waktu atau tempat tertentu. Pebelajar dapat memutuskan
sendiri waktu dan tempat belajar yang diinginkan sesuai dengan keadaannya.
•
Materi ajar terstandar, maksudnya semua
mahasiswa menerima dan menggunakan bahan dan materi ajar yang sama.
• Pengajaran yang
terstruktur, artinya sajian bahan ajar ditata sedemikian rupa yang mencerminkan
strategi pembelajaran yang diperkirakan paling efektif dan efisien.
•
Belajar aktif, yakni setiap individu
belajar melalui pengalaman belajar yang bermakna dengan bertolak dari ide-ide
atau topik-topik yang disajikan, daripada sekedar menelan apa yang diceritakan
tentang ide-ide itu.
•
Memiliki balikan yang memungkinkan
mahasiswa secara terus-menerus memperoleh masukan untuk membantu-nya memonitor
dan memperbaiki kemajuan belajarnya.
•
Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas
sehingga mahasiswa dapat memahami kompetensi yang mesti dicapainya.
•
Penggunaan bahasa bersifat interaktif dan rasional untuk menciptakan situasi
komunikasi yang akrab. dekat, dan dialogis.
ciri-ciri itulah yang membedakan bahan
ajar PTJJ dengan buku teks. Perbedaan keduanya dapat diberikan dalam table
berikut.
BUKU
TEKS
|
BAHAN AJAR YANG
MEMBELAJARKAN MAHASISWA (PTJJ)
|
· Berasumsi pembaca berminat
· Dirancang untuk umum
· Jarang menetapkan tujuan belajar
· Ditata untuk para ahli/yang berpengalaman
· Sedikit atau tidak pada penilaian diri
· Jarang mengantisipasi kesulitan pengguna
· Biasanya menyajikan ringkasan
· Menggunakan gaya impersonal
· Padat isi/materi
· Pada tata letak
· Pandangan pembaca jarang diminta
· Tidak ada saran tentang keterampilan belajar
· Bertujuan untuk persentasi yang ilmiah
· Dapat dibaca secara pasif
|
· Membangkitkan minat
· Dirancang untuk pengguna khusus
· Selalu menetapkan tujuan belajar
· Ditata menurut kebutuhan pebelajar
· Menekankan pada penilaian diri
· Menjaga potensi kesulitan pengguna
· Selalu menyajikan ringkasan
· Menggunakan gaya personal
· Tidak hanya berisi/berorientasi pada materi
· Tata letak lebih terbuka
· Evaluasi pembelajar selalu disediakan
· Menyajikan saran belajar
· Bertujuan untuk keberhasilan mengajar
· Memerlukan respon yang aktif
|
Pendeknya,
berdasarkan pengalaman praktis dan referensi yang relevan, bahan ajar cetak
PTJJ seyogyanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Lihat pula Dekkers dan Kemp
dalam Lockwood. 1995).
•
Ditulis untuk memuaskan pebelajar.
•
Berfokus pada pengalaman pebelajar.
•
Mengernbangkan strategi dan keterampi.an
be.lajar yang mandiri
•
Menekankan pada tujuan pembelajaran
•
Ditata sesuai dengan Kebutuhan pebelajar
•
Bertolak dari target pebelajar yang
jelas
•
Berisi fitur. tanda, atau simbol yang
dapat- memotivasi pebelajar.
•
Berangkat dari keterampilan belajar yang
diperoleh pebelajar.
•
Memberikan pembelajaran yang
dipersyaratkan.
•
Mendorong pebelajar untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
•
Mengajukan berulang kali pertanyaan
kepada pebelajar.
•
Memberikan balikan.
•
Menguji dan menggali konsep yang
dimiliki pebelajar.
•
Memberikan cukup latihan yang dapat.
memajukan belajar
•
Menuntut kegiatan baca dan aktivitas.
·
Memungkinkan pebelajar untuk mengecek
dan merefleksi
Proses dan kemajuan belajarnya.
·
Mengemas sajian yang membantu untuk
dapat belajar
secara efisien.
secara efisien.
·
Menata informasi yang diperlukan
pebelajar untuk setiap bagian.
Selanjutnya, untuk mewujudkan cirri lengkap dan membelajarkan
dalam bahan ajar PTJJ, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang harus diperhatikan.
Ketiga hal itu berkaitan dengan keadaan pebelajar ( mahasiswa sebagai pengguna
bahan ajar), modus pembelajaran yang mengaktifkan, serta pengemasan bahan ajar.
B. Pengguna Bahan Ajar.
Bahan
ajar ditulis untuk kepentingan mahasiswa. Bukan untuk kepentingan penulis atau
institusinya semata. Oleh karena itu, kriteria awal bahan ajar PTJJ yang baik
adalah yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik. Untuk menghasilkan bahan
ajar seperti itu, penulis hendaknya bertolak dari pertanyaan: (1) Siapa
mahasiswa saya? dan (2) Bagaimana kemampuan awal mereka? Akan sangat baik
apabila jawaban terhadap kedua pertanyaan itu didasarkan atas data yang benar.
Tak
kalah pentingnya untuk dipahami oleh penulis adalah kultur dan kemampuan
belajar umumnya mahasiswa. Para ahli PTJJ (Garland, 1993; Simpson, 2000) serta
riset yang dilakukan oleh Kadarko (2002) menyimpulkan bahwa secara kultural
mahasiswa UT belum
terlalu siap mengantisipasi dan menyesatkan diri terhadap perubahan dan (1)
ketergantungan terhadap dosen atau guru menjadi belajar mandiri. (2) belajar
tatap muka ke belajar jarak jauh. (3) belajar dari sumber lisan ke sumber
belajar berbasis teks tertulis, (4) lingkungan belajar kampus ke lingkungan
rumah.
Yang juga harus diperhatikan penulis
dalam mengembangkan bahan ajar adalah peruntukan jenjang program. Untuk
mahasiswa jenjang program apa, bahan ajar itu ditulis? Ini terkait dengan
keluasan dan kedalaman ruang materi sajian. Ruang kurikuler bahan ajar untuk
mahasiswa diploma pasti tidak persis sama dengan jenjang sarjana, yang juga
pasti berbeda dengan Program rnagister. Ini harus dipahami betul oleh penulis,
sebab latar belakang pendidikan, pengalaman keilmuan, dan lingkungan gerak
penulis akan mempengaruhi ruang lingkup sajian bahan ajar. Begitu pula penggunaan
bahasa yang hebat ternyata tidak membantu mahasiswa untuk mencerna materi ajar
itu secara cepat dan mudah.
Sementara itu,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi mahasiswa seperti akses terhadap sarana
pendukung belajar seperti telepon, tape, mesin video, dan komputer perlu pula
diperhatikan. Pertimbangan ini diajukan agar pengembang bahan ajar tidak
menggunakan media non-cetak yang sukar digunakan oleh mahasiswa karena akses
peralatan sulit, misalnya.
Jadi pemahaman
dan kesadaran yang baik tentang latar belakang mahasiswa, berikut kultur dan
pengalaman belajarnya yang sangat heterogen, serta jenjang program peruntukan
bahan ajar, akan membantu kearifan penulis bahan ajar dalam menggunakan ragam
bahasa, memulai dan menyajikan materi ajar, menata aktivitas instruksional
mahasiswa, serta mengemas bahan ajar. Bahan ajar PTJJ, sebagaimana dituntut
dalam prinsip belajar, harus sesuai dengan tingkat kemampuan pebelajar, yaitu "mulai
dari tempat pebelajar berada". Sebab jika tidak, muatan bahan ajar tidak
akan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan awal peserta didik. Bahan ajar tidak
akan dapat dicerna dengan baik, sehingga kompetensi mata kuliah pun tidak
tercapai.
Persoalannya,
bagaimana menentukan titik berangkat sajian bahan ajar bagi mahasiswa yang
memiliki latar belakang yang beragam? Penulis harus mengambil titik moderasi
atau titiktengah agar tidak memfrustasikan mahasiswa yang berkemampuan awal
tidak tinggi, dan menghilangkan minat belajar mahasiswa yang berkemampuan awal
tidak rendah. Untuk menentukan garis tengah tersebut, sangat diperlukan
penilaian profesional penulis.
C. Modus Pembelajaran yang
Mengaktifkan
Bahan
ajar PTJJ tidak boleh hanya berisi mated ajar seperti halnya buku teks, tetapi
juga secara integratif memuat berbagai aktivitas dan pengalaman belajar yang
bermakna. Untuk itu, apa pun pendekatan instruksional yang dipakai, bahan ajar
harus dapat memicu dan memacu mahasiswa secara aktif untuk belajar.
Oleh karenanya,
bahan ajar harus mampu mendorong mahasiswa untuk merefleksikan tujuan, proses,
dan kemajuan belajarnya. Refleksi dibangun melalui pertanyaan retoris
danretrospektif, serta latihan,
pemberian tugas, dan penilaian diri yang disertai dengan rambu-rambu
yang sesuai.
Lockwood (1994) menyajikan tiga model
yang dapat digunakan untuk mengaktifkan mahasiswa dalam belajar dengan modul
atau bahan ajar cetak.
1.
Tutorial Cetak
Tutorial
adalah bantuan belajar yang diberikan seorang tutor untuk membantu dan
memotivasi mahasiswa memecahkan persoalan belajar, mengatasi kesulitan
penguasaan konsep atau keterampilan, serta memantapkan pemahaman mahasiswa,
yang berujung pada pemicuan dan pemacuan belajar. Dalam tutorial, tutor lebih
berperan sebagai pendukung, fasilitator, dan motivator, daripada sebagai guru
apalagi sebagai juru cerita atau tukang ceramah atau penerus informasi belaka.
Implikasi dari konsep tutorial-cetak
tersebut adalah ketika menulis bahan ajar, penulis hendaknya membayangkan
dirinya sebagai tutor yang sedang berinteraksi dengan pebelajar.
Pendeknya. bahan ajar seharusnya
menggambarkan apa yang dilakukan penulis, selaku tutor dan mahasiswa. Penulis
membangun keterampilan belajar yang memungkinkanpebelajar mendapatkan gambaran
tentang materi ajar secara utuh. serta belajar mengintegrasikan apa yang telah
dipelajari sebelumnya dengan apa yang telah diajarkan, sebelum balikan
diberikan.
Berbagai
hal yang dapat digunakan untuk menciptakan tutorial cetak di antaranya adalah
sebagai berikut
• Konteks, yang menjelaskan topik, masalah,
gagasan, atau apa put yang dapat memicu aktivitas belajar mahasiswa.
• Tipografi, tanda-tanda tertentu yang mengingatkan
siswa untuk berhenti atau melakukan aktivitas tertentu.
• Judul, untuk mengidentifikasi aktivitas
tertentu dan membedakannya dari yang lain.
•
Rasional, untuk
menjelaskan betapa suatu aktivitas itu penting dilakukan.
•
Waktu,
untuk
menunjukkan ruang lingkup dan kedalaman sebuah respons yang harus diberikan mahasiswa (tentu saja tergantung pada minat,
kemampuan, dan pengalaman pebelajar).
•
Instruksi,
untuk
memberikan petunjuk kepada pebelajar. tentang cara memberikan respons yang
diharapkan.
·
Ruang. untuk mencatat
respons mahasiswa.
·
Balikan, yang disampaikan
untuk menanggapi respons yang kira-kira diberikan oleh mahasiswa dan sebagai
batu loncatan untuk menuju pada bagian materi ajar berikutnya.
Tutorial
cetak demikian
akan berdampak pada gaya penulisan. yang selanjutnya dapat menciptakan hubungan virtual
di
antara mahasiswa dengan tutor (dosen) yang sangat diperlukan dalam suatu proses
pembelajaran.
Dalam penerapan tutorial cetak, penulis
dapat mengawali tulisannya dengan sajian kasus, contoh, pemecahan masalah,
rancangan lanjutan, ajakan refleksi, pertanyaan pemandu, atau apa pun yang
dapat membuat pebelajar tertarik, tertantang, dan penasaran. Awal sajian
sebaiknya tidak langsung pada materi ajar. Sementara itu, paparan selanjutnya
dapat diselang-seling antara bahasan konseptual dengan contoh, tugas,
pertanyaan, dan penilaian. Pendekatan induktif-deduktif dan deduktif-induktif
dapat pula digunakan secara kombinasi.
Rowntree (dalam Lockwood, 1994)
mengidentifikasi model ragam sajian materi ajar sebagai berikut.
a.
Topik demi topik, yang dapat dipelajari mahasiswa secara
berurut.
b.
Urutan waktu, untuk memudahkan sajian
yang memilik struktur materi yang luas seperti sejarah atau tahapan dalam
proses ilmiah.
c.
Ruang demi ruang atau lingkaran
mempunyai pusat yang sama, yang didasarkan pada ruang atau hubungan geografis
materi ajar seperti anatomi, kimia struktur, atau fungsi-fungsi dalam suatu
organisasi.
d.
Struktur logis atau hierarkis, yaitu
suatu tahapan tertentu harus dikuasai lebih dulu sebelum memasuki memasuki
tahapan berikutnya.
e.
Berpusat pada masalah, yang bertolak
dari suatu kasus atau serangkaian persoalan yang berhubungan dengan minat atau
pengalaman mahasiswa.
f.
Urutan spiral, yang mengupas
konsep-konsep dan hubungan di antara berbagai konsep yang diperkenalkan pada
sajian awal, kemudian dikembangkan bersama-sama sehingga pemahaman mahasiswa
tentang konsep-konsep itu semakin
berkembang
ke arah yang lebih rumit.
g.
Runut ke belakang, yang mengajak pebelajar untuk mengenal suatu proses secara keseluruhan dan
mengajarkan hal yang paling akhir terlebih dahulu Misalnya, mahasiswa diajak
untuk menafsirkan suatu hasil tes kimia sebelum dia memperoleh keterampilan
yang secara formal disajikan oleh penulis
Dalam
penyajian materi ajar, berbagai model itu dapat dikombinasikan sesuai dengan
kebutuhan.
2. Panduan Kegiatan Refleksi
Informasi
yang cukup pertu diberikan kepada mahasiswa agar dapat belajar melalui bahan
ajar dengan baik. Juga balikan yang dapat digunakan mahasiswa untuk menilai
sendiri tugas atau pertanyaan yang diresponsnya. Konsep ini didasarkan atas
beberapa asumsi berikut.
a.
Berbagai aktivitas hanya menawarkan
saran dan panduan bagi kegiatan pebelajaran aktivitas dalam konteks nyata dan
bervariasi, yaitu sejumlah keterampilan atau kemampuan dikembangkan, ciperluas,
atau diperbaiki.
b.
Pebelajar harus dilibatkan secara aktif
dalam berpikir kritis dan reflektif yang dikaitkan dengan pengalaman
belajarnya.
c.
Pelbagai aktivitas kerap menuntut,
menyita waktu, dan terkait dengan situasi unik yang ditemukan oleh pebelajar.
Penulis hendaknya mampu memancing dan
menantang mahasiswa untuk menghubungkan dan mengungkapkan pengetahuan,
pengalaman, serta pendapatnya ketika berhadapan dengan topik sajian yang baru.
Peluang untuk berbeda pendapat antara penulis dan mahasiswa pun sebaiknya
selalu dibuka. Karena itu, selain materi ajar, penulis pun hendaknya menyajikan
pula strategi belajar termasuk cara-cara pemecahan suatu kasus atau masalah,
memberikan rambu - rambu pengerjaan tugas, dan rambu atau kunci jawaban atas
soal atau permasalahan yang diajukan, sehingga mahasiswa dapat menilai sendiri ketepatan jawaban
yang diberikannya dan kemajuan belajar yang diraihnya.
3. Dialog Tertulis
Bahan ajar PTJJ bukan hanya berisi
materi ajar, tetapi juga kegiatan dan pengalaman belajar yang memberdayakan dan
mengaktifkan siswa. Karakter bahan ajar seperti ini tentu berpengaruh terhadap
ragam bahasa yang digunakan oleh penulis. Untuk ini, penulis perlu menggunakan dialog tertulis
dalam mengembangkan bahan ajar
PTJJ. Dialog tertulis
melontarkan ide-ide yang memungkinkan mahasiswa terlibat secara aktif dalam
bertukar makna, serta membangun dan memantapkan makna. Penulis dan pebelajar
berbagi ide, gagasan, dan pengalaman
dalam hubungan sosial yang relatif sejajar. Begitu pula dialog tertulis dapat
menciptakan suasana yang akrab, yang dapat mengurangi rasa isolasi mahasiswa
PTJJ.
Untuk menumbuhkan suasana dialogis,
dapat digunakan beberapa gaya tulis berikut.
a..
Pribadi.
artinya
menggunakan kata-kata ganti diri yang dapat membangkitkan imajinasi seolah-olah
ketika mempelajari bahan ajar, pebelajar berhadapan dan berinteraksi langsung
dengan penulis. Karenanya, penggunaan kata sapaan seperti Anda atau Saudara, serta kata ganti jamak yang menunjukkan pengakuan
hubungan kesedarajatan antara penulis dengan pebelajar seperti kata kita, tidak
terhindarkan dalam gaya tulis bahan ajar PTJJ.
b.
Informal-baku,
artinya
modus berbahasa yang digunakan hendaknya dapat menimbulkan suasana kedekatan, kehangatan, dan
kebersahabatan antara
penulis-pebelajar di satu sisi,
tetapi tetap mencerminkan
kecendekiaan atau keterpelajaran melalui penggunaan ragam baku, di sisi lain. Ragam formal dan informal
terkait dengan suasana yang diciptakan; sedangkan ragam baku dan tak baku
rrerujuk pada ketaatasasan penggunaan kaidah bahasa.
c.
Imbal
wacana, yakni penggunaan
tuturan sapa-jawab yang bersifat multi arah.
Penulis menyapa pebelajar dengan berbagai bentuk ungkapan: pertanyaan
langsung dan retoris atau retrospektif, ajakan, perintah untuk melakukan
sesuatu, pujian, dan sebagainya. Tentu saja respon mahasiswa atas sapaan itu
lebih bersifat imajinatif, yang muncul dalam 'realita khayali’ interaksi
penulis-pebelajar.
Sebagai sebuah bahan ajar yang bersifat
membelajarkan, sebaiknya gaya tulis dialogis yang mencerminkan suasana
interaksi pembelajaran yang aktif - reflektif lebih mewamai.
D. Pengemasan Bahan Ajar
Ada
empat cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan bahan ajar PTJJ. Cara pertama, dengan
mengkompilasi berbagai bahan yang telah tersedia (buku teks, artikel, jurnal,
dsb.) menjadi satu bahan ajar. Cara ini biasanya diikuti dengan panduan
belajar. Cara kedua,
dengan
menggunakan satu atau beberapa buku teks yang telah tersedia di pasaran.
Selanjutnya, dikembangkan panduan belajarnya bagi mahasiswa. Cara ketiga, dengan
menggunakan buku teks dan atau referensi lain yang telah tersedia di pasaran,
tetapi isi buku itu diolah ulang (diadaptasi/dimodifikasi) sesuai dengan
ketentuan bahan ajar PTJJ.
Pengemasan
bahan ajar tersebut dapat dilakukan dengan upaya berikut
a.
Pelabelan, yaitu isi digunakan
sepenuhnya, tetapi sajian bahan dilakukan dengan menggunakan warna-warna dan
logo institusi untuk mencerminkan citra organisasi.
b.
Panduan belajar, yang berisi berbagai
petunjuk bagi pebelajar tentang cara terbaik belajar dan menggunakan bahan
ajar. Di dalam panduan belajar dijelaskan: tujuan pembelajaran, petunjuk
penggunaan bahan, tinjauan mata kuliah, penjelasan tambahan, penambahan materi
baru, contoh lain, ilustrasi, aktivitas instruksional, balikan, ringkasan,
glosarium, dan penilaian.
c.
Contoh lokal, ditambah dan dilengkapi
dengan contoh atau kasus yang dekat dan dikenal mahasiswa untuk memudahkan dan
mendekatkan minatdan pemahaman pebelajar.
d.
Isi baru, bila buku teks atau referensi
yang ada belum mencakup semua hal yang diperlukan atau ada bagian yang tidak
relevan.
e.
Media baru, yang ditambahkan apabila
bahan ajar itu akan sangat baik dan menunjang pebelajar jika dilengkapi dengan
media non-cetak seperti audio, video, pembelajaran berbasis komputer, dan grafis.
Pelabelan
hanya digunakan untuk cara kedua. Sedangkan pemberian panduan belajar,
penambahan contoh lokal, isi baru, dan media baru, dapat digunakan untuk semua
cara. Hal yang harus diperhatikan bila bahan ajar menggunakan buku teks atau
referensi Iain yang telah tersedia di pasaran adalah masalah hak cipta.
Selain ketiga
cara tersebut, cara
terakhir (keempat) merupakan cara yang ditempuh oleh UT
adalah mengembangkan sendiri bahan ajar untuk mahasiswa PTJJ.
E. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Ada tiga tahap yang dilalui dalam
pengembangan dan PrcduKsi bahan ajar cetak. Ketiganya adalah penyusunan,
penataan, dan
realisasi
(Ross dalam
Lockwood, 1995).
1. Penyusunan
Seperti
dikemukakan pada awal tulisan ini, pengembangan bahan ajar cetak PTJJ melibatkan
berbagai keahlian yang sulit dibayangkan dimiliki oleh hanya satu orang Oleh karena
itu, pengembangan bahan dilakukan oleh tim. Tim bekerja melaksanakan
tugas-tugas sebagai berikut.
a.
Merancang bahan ajar, yang dari segi
substansi dituangkan dalam bentuk Profil Rancangan Mata Kuliah (PRMK). Di dalam
PRMK termuat analisis instruksional suatu mata kuliah, rancangan materi mata
kuliah, serta Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP), yang di antaranya
berisikan kompetensi mata kuliah, tujuan pembelajaran, modus dan materi
pembelajaran.
b.
Mengembangkan bahan ajar mata kuliah
berdasarkan profill rancangan mata kuliah yang telah disusun. Pada fase ini
dilakukan penulisan dan penelaahan bahan ajar. Penelaahan dilakukan dari segi
materi, bahasa. desain instruksional, dan format standar bahan ajar.
Berdasarkan
pengalaman, kendala atau tantangan yarig muncul dalam pengembangan bahan ajar
adalah sebagai berikut:
a. Karena kesibukan para dosen, bahan
ajar kerap tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang telah disepakati.
b. Banyak dosen yang sangat menguasai
materi, tetapi tidak terbiasa menulis sehingga tulisan yang dihasilkannya pun
tidak runtut dan bernuansakan bahan ajar PTJJ. Akibatnya, tulisan itu harus
ditulis dan diolah ulang.
c. Dalam pembelajaran tatap muka kegiatan
pembelajaran kerap diwarrai oleh lanturan (keterlambatan mulai belajar, canda,
tutur sapa, atau kegiatan selingan lainnya) yang mengakibatkan ketidakpadatan
atau renggangnya materi dan aktivitas pembelajaran yang disajikan. Akibatnya,
ketika dituangkan ke dalam bahan ajar cetak. penulis kehabisan ide, “apa lagi
yang akan disampaikan?". Sehingga tidak tahu lagi apa yang akan ditulis.
d. Tidak semua penulis memiliki kesiapan
untuk menerima masukan penelaah tentang kekurangan atau kelemahan materi yang ditulisnya.
Untuk mengatasi keadaan seperti ini, terpaksa harus meminta bantuan penulis
lain untuk memperbaikinya.
Berbagai
masalah di atas tentu saja menuntut institusi PTJJ untuk rnempersiapkan bukan
hanya dana dan waktu yang lebih, tetapi juga pengelolaan yang handal dalam
pengembangan bahan ajar, termasuk sumber daya manusianya
2.
Penataan
Penataan
adalah serangkaian proses yang dilakukan mulai dari penanganan buram kasar
bahan ajar hingga menjadi master cetak. Pekerjaan ini meliputi pengetikan,
desain tipografi, ilustrasi, penyuntingan teks, penghalamanan, tata letak,
koreksi cetak percobaan, hingga sampul dan kemasan buku.
Permasalahan
yang kerap muncul pada fase ini biasanya berupa kesalahan mekanis baik yang
ditimbulkan oleh mesin maupun manusia. Ini terjadi karena belum bakunya
peralatan dan keterampilan sumber daya manusia yang menangani.
3.
Realisasi
Fase
ini meliputi seluruh proses manufaktur hingga bahan ajar cetak siap digunakan
oleh mahasiswa. Kegiatan yang terjadi pada fase ini adalah penentuan tiras
cetak, pemilihan perusahan pencetak, pengemasan hasil cetak, hingga
pendistribusian ke tempat penjualan bahan ajar atau ke alamat mahasiswa.
F. Simpulan
Bahan
ajar cetak PTJJ memiliki karakteristik yang berbeda dengan buku teks. Sebagai
media utama pembelajaran, bahan ajar PTJJ tidak hanya memperhatikan kecukupan
dan kepatutan materi ajar, tetapi juga penggunaan ragam bahasa yang komunikatif
dan interaktif, modus pembelajaran yang bermakna dan mengaktifkan, perangkat
penilaian yang dapat mendorong mahasiswa untuk refleksi dan menilai sendiri
pencapaiannya, serta piranti fitur yang dapat mempermudah mahasiswa dalam
mempelajari bahan ajar. Dengan kata lain, bahan ajar PTJJ bercirikan sebagai
bahan ajar yang lengkap dan membelajarkan.
Mengingat
karakteristiknya yang khas, pengembangan bahan ajar PTJJ seperti UT umumnya ditangani oleh suatu tim
yang berasal dari dalam dan luar institusi. Tim terdiri dari manajer mata
kuliah, ahli materi, ahli pembelajaran, ahli media, ahli bahasa, dan pemroses
(penyunting, pemeriksa, penata letak, dsb.) yang membantu penanganan bahan ajar
ini hingga siap cetak atau produksi.
Pengembangan oleh tim dikarenakan banyakny4 keahlian yang diperlukan
dan rumitnya pekerjaan, yang tidak mungkin dapat dimiliki atau ditangani oleh
satu orang saja. Di samping itu, karena perbaikan dan pencetakan ulang
bahan memerlukan waktu dan biaya yang
tidak sedikit, maka penanganan oleh tim
diharapkan menjadikan bahan ajar itu terhindar dari berbagai kesalahan atau
kekurangan.
Hal yang menjadi tantangan dalam pengembangan
bahan ajar PTJJ yang berkualitas adalah sebagai berikut.
1.
Keberadaan acuan standar, baik yang
terkait dengan model atau tata pengembangan bahan ajar mulai dari perencanaan
hingga pemrosesan akhir.
2.
Ketersediaan sumber
daya manusia yang memiliki kernarrpuan standar dalam
pengembangan bahan ajar, baik sebagai
penulis, penelaah, penyunting. maupun pemroses.
3.
Keterbatasan waktu dan dana kerap
menjadi penentu akhir dari sebuah pengembangan bahan ajar.
Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar